Kehidupan Sosial dan Budaya Suku Ambai di Papua
Suku Amabai atau Suku Ambai adalah suku yang mendiami pulau Ambai di daerah Yapen, Papua. Menurut (Hidayah,2013), Populasi suku Ambai sekitar 7500 jiwa yang tersebar di sepuluh desa. Kesepuluh desa tersebut adalah Ambai, Rondepi, Adiwipi, Randawaipi, Menawi, Wandapi- Laut Randaways, Wari- roni, Sumberbaba dan Dawai. Desa desa tersebt terletak di distrik Yapen. Suku Ambai menggunakan bahasa Ambai sebagai bahas yang mereka gunakan sehari hari. Penduduk penduduk di Pulau itu tinggal di rumah rumah yang dibangun di atas tiang di tepi pantai. Kehidupan mereka bergantung pada di pantai dan laut . Pekerjaan mereka mayoritas nelayan dan pelaut, makanya mereka menyebut diri mereka orang Laut. Suku Ambai menjaga kearifan lokal ekologis dengan selalu memelihara keberlanjutan keanekaragaman alam.
Menurut Van Held, dalam bukunya " De Papoeas" mengkatagorikan orang papua yang mendiami wilayah sebelah utara pesisir pantai atau budaya dan istiadat teluk Serui, daerah kepulauan Ambai sebagai bangsa yang memiliki budaya improvisasi dalam hidup beragama adat istiadat. Orang orang tertua suku Ambai, sering Ambai sering memberi petuah kepada anak anaknya dengan mengambil perumpamaan dengan berbagai biota laut untuk memcerminkan perilaku masyarakat yang tidak baik seperti: " Kau itu jangan rakus seperti seperti ikan Porobibi. Jangan seperti Ikan Lalat. Jangan nakal kayak Ikan Banyak-Banyak". Dalam keseharian orang orang tertua suku Ambai menasehati agar tidak merugikan orang lain. Hanya mengambil hak sendiri. Sehari hari, orang orang tua suku Ambai sering memberi nasehat kepada anak anak agar tidak merugikan orang lain, hanya mengambil hak sendiri dan tidak boleh merampas hak orang lain. " kalau itu hakmu ya Ambilah, Jangan berlebihan, jangan ambil milik orang lain."
Kepulauan Ambai merupakan salah satu bagian dari taman nasional laut terbesar di Indonesia yaitu Taman Laut Teluk Cendrawasih dan kepulauan Ambai pun memiliki kekayaan biodiversitas, seperti hutan dan bukit yang di dalamnya terdapat beberapa spesies burung : burung syurga, burung beo, kakatua raja, kakatua, tahun tahun, helang, merpai kayu, kasuari, ayam hutan dan lain lain.Hampir semua masyarakat Ambai menggunakan transportasi perahu untuk kegiatan sehari hari dan mereka memiliki perahu itu secara pribadi. Perahu ini umumnya digunakan untuk mengangkut barang barang kebutuhan pokok dan lain sebagainya, namn lebih banyak di gunakan untuk mengangkut ikan. Ikan ikan itu kemudian diperjual belikan di pasar pasar yang ada seperti pasar ikan di Serui. Transportasi sangat sulit untung di jangkau jika ingin ke pulau Ambai. informasi untuk wisatawan pun tidak bisa diandalkan, tidak ada penginapan serta tidak ada harga yang pasti untuk mengakses transportasi ke pulau itu.
Adat istiadat dari nenek moyang secara turun temurun suku Ambai yaitu, seorang pemimpin agama menerapkan sistem nilai nilai kepercayaan yaitu nilai spiritual dari " agama baru" yang diajarkan oleh generasi baru, namun disisi lain seorang pemimpin agama juga menjaga dan menerapkan adat istiadat dan sistem kepercayaan nenek moyang sebagai suatu kebiasaan yang sehari hari dilakukan. atau sebagai norma norma hidup suku Ambai. Contoh dari adat istiadat yang masih dilakukan suku Ambai seperti ketika orang tua merelakan anak yang merantau keluar dari pulau untuk menuntut ilmu sampai anak itu kembali setelah selesai menimba ilmu di luar atau sukses di luar sana, maka orang tuanya akan menyiapkan pesta penyambutan secara adat istiadat dan hanya berlaku untuk anak yang tertua. Perayaan ritual ini mereka sebut "Aira". Ritual Aira dilakukan dengan antik "tread plate" atau memijak plat antik yang tikar dengan ukuran tiga langkah. Ritual Aira biasanya diadakan di gerbang hiasan yang ada dengan tanaman makanan, buah-buahan dan minuman. Selepas majlis itu, makanan diedarkan kepada saudara-mara mereka yang hadir. Ada lagi budaya suku Ambai seperti budaya upah mas kawin atau esu wiwing.
Orang-orang Ambai mempunyai tarian budaya yang khas dan bernyanyi dengan ketukan gendang biasanya ditampilkan dalam acara pesta adat "Mandohi". Mandohi adalah tradisi pesta pembayaran balik (pesta adat balas budi baik) dari seseorang atas kebaikan saudara dan keluarga. Dengan menyediakan banyak perkakas asli, piring antik, balang, manik-manik dan makanan yang diletakkan di atas pentas untuk menari dan menyanyi dalam bahasa pertuturan Ambai, "Rayato, Anuai, Bewi dan Apaiwariai". Seringkali Orang orang tua yang mempunyai kemampuan tinggi, menguasai bahasa suku lain, memperkayakannya dengan menyanyikan beberapa bahasa Teluk Cenderawasih; Bahasa Wandamen, misalnya. Masyarakat Ambai dikenali sebagai penyair perahu tradisional dan penyanyi perahu tradisional. Nyanyian dan puisi di atas kapal dengan ucapan bahasa Ambai dilakukan ketika kembali dari memancing atau berkebun. Puisi yang dinyanyikan di senja dalam kisah-kisah mengingatkan sumber alam dan keindahan pulau-pulau Ambai
Comments
Post a Comment