Perencanaan Pembangunan dan Teori Dual-Sektor W. Arthur Lewis: Relevansinya bagi Strategi Ekonomi Indonesia
Dalam dunia ekonomi pembangunan, nama W. Arthur Lewis tak bisa dilewatkan. Peraih Nobel Ekonomi asal Saint Lucia ini dikenal lewat teori dual-sektornya yang menyoroti keterbelahan antara sektor tradisional dan sektor modern dalam perekonomian negara berkembang. Teori ini tak hanya menjelaskan bagaimana tenaga kerja berpindah dari sektor pertanian ke industri, tetapi juga menekankan pentingnya perencanaan pembangunan yang terarah untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang. Indonesia, sebagai negara dengan warisan kolonial, ketergantungan pada sumber daya alam, serta struktur ekonomi yang masih dualistik, dapat mengambil banyak pelajaran dari pemikiran Lewis. Tulisan ini mencoba menelaah bagaimana pemikiran Lewis tentang pembangunan dan perencanaan dapat diterapkan dalam konteks Indonesia saat ini, terutama dalam menghadapi tantangan transformasi struktural dan ketimpangan sektor.
W. Arthur Lewis mengembangkan teori dual-sektor (dual-sector model) pada tahun 1954 sebagai kerangka untuk memahami dinamika pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Inti dari teorinya adalah pembagian ekonomi menjadi dua sektor:
-
Sektor tradisional (subsisten) yang umumnya berbasis pertanian dan padat karya dengan produktivitas rendah, serta
-
Sektor modern (kapitalis) seperti industri dan manufaktur, yang memiliki produktivitas tinggi dan potensi akumulasi kapital.
Menurut Lewis, negara berkembang memiliki kelebihan tenaga kerja di sektor tradisional yang dapat dipindahkan ke sektor modern tanpa kehilangan output (zero marginal productivity). Dalam pandangannya, pembangunan ekonomi bergantung pada akumulasi kapital di sektor modern yang kemudian menyerap tenaga kerja dari sektor tradisional, menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Proses ini, yang disebut structural transformation, tidak akan berjalan otomatis tanpa adanya intervensi dan perencanaan dari negara. Lewis menekankan bahwa agar transisi ini berhasil, investasi harus diarahkan untuk memperbesar kapasitas sektor modern secara terus-menerus. Ia juga menyoroti pentingnya distribusi hasil pertumbuhan agar tidak hanya menguntungkan elite kapitalis, tetapi juga mampu memperbaiki kondisi pekerja.
Model Lewis sangat berpengaruh dalam kebijakan pembangunan pasca-kolonial, terutama di Asia dan Afrika. Ia menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya soal pertumbuhan angka PDB, tetapi tentang bagaimana struktur ekonomi berubah dan bagaimana tenaga kerja dimobilisasi secara produktif.
W. Arthur Lewis bukan hanya ekonom teoretis, tetapi juga seorang praktisi kebijakan. Dalam berbagai tulisannya, termasuk Development Planning (1966), Lewis menekankan bahwa pasar saja tidak cukup untuk menjamin pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Negara harus hadir sebagai perencana, pengarah, dan penggerak pembangunan.
Lewis berargumen bahwa di negara berkembang, alokasi sumber daya oleh pasar seringkali tidak efisien dan tidak adil, karena struktur sosial dan ekonomi yang masih timpang. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan diperlukan untuk menentukan prioritas investasi, mengarahkan pertumbuhan ke sektor produktif, dan memastikan bahwa hasil pembangunan tersebar merata.
Dalam praktiknya, Lewis mendorong strategi pembangunan yang menekankan:
-
Industrialisasi sebagai penggerak transformasi struktural,
-
Pengendalian impor dan promosi ekspor,
-
Pembangunan infrastruktur dasar, dan
-
Investasi pada pendidikan dan kesehatan agar tenaga kerja dapat bergerak ke sektor modern secara efektif.
Ia juga memperingatkan bahwa pertumbuhan tanpa perencanaan dapat memperbesar ketimpangan dan mengunci negara dalam ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Oleh karena itu, Lewis mendukung peran negara dalam mengatur investasi asing, mendorong pengembangan industri nasional, dan melindungi sektor yang strategis.
Gagasan Lewis mengenai perencanaan pembangunan menempatkannya sejalan dengan tokoh seperti Gunnar Myrdal dan Albert Hirschman. Namun, kekuatannya terletak pada kejelasan hubungan antara struktur ekonomi dan kebijakan konkret yang harus diambil oleh negara untuk mentransformasi perekonomian secara menyeluruh.
Pemikiran W. Arthur Lewis tetap relevan dalam membaca tantangan dan arah pembangunan ekonomi Indonesia saat ini. Sebagai negara yang masih berjuang keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle-income trap), Indonesia menunjukkan ciri-ciri yang digambarkan Lewis dalam model dual-sektornya:
masih adanya sektor informal dan subsisten yang dominan, tingkat produktivitas yang timpang antar sektor, serta urbanisasi yang tidak selalu diiringi dengan industrialisasi berkualitas.
Dalam konteks perencanaan pembangunan nasional seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) beberapa strategi sebenarnya sejalan dengan prinsip Lewis, misalnya:
-
Fokus pada hilirisasi industri agar tidak terus bergantung pada ekspor bahan mentah,
-
Peningkatan infrastruktur untuk konektivitas dan pemerataan,
-
Pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung transformasi ekonomi.
Namun, tantangannya adalah konsistensi dan keberpihakan. Seperti yang diperingatkan Lewis, tanpa kontrol atas distribusi keuntungan pembangunan, maka proses transformasi bisa justru memperdalam ketimpangan. Hal ini terlihat dari:
-
Ketimpangan regional antara Jawa dan luar Jawa,
-
Konsentrasi industri di kawasan tertentu, dan
-
Minimnya serapan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern yang berkualitas.
Di sisi lain, Indonesia juga masih sangat bergantung pada komoditas mentah seperti batu bara, kelapa sawit, dan nikel—tanpa diversifikasi ekonomi yang cukup. Dalam kacamata Lewis, ini memperkuat posisi sebagai negara dengan surplus tenaga kerja, namun tidak memiliki mekanisme internal untuk mengubah struktur ekonomi secara mandiri.
Oleh karena itu, pelajaran dari Lewis adalah: pertumbuhan harus diarahkan dan direncanakan. Investasi publik dan swasta harus diarahkan ke sektor-sektor strategis dengan nilai tambah tinggi dan kapasitas penyerapan tenaga kerja besar, seperti manufaktur, agroteknologi, energi terbarukan, dan ekonomi digital berbasis lokal.
Pemikiran W. Arthur Lewis menawarkan sebuah lensa penting untuk memahami pembangunan bukan sekadar sebagai pertumbuhan ekonomi, melainkan sebagai transformasi struktural yang terencana. Model dual-sektornya tetap relevan untuk konteks Indonesia, di mana ketimpangan antar sektor, rendahnya produktivitas di sektor informal, dan ketergantungan pada komoditas mentah masih menjadi tantangan utama.
Dari analisis sebelumnya, terdapat beberapa rekomendasi strategis yang dapat dipertimbangkan Indonesia ke depan:
-
Penguatan Peran Negara dalam Perencanaan
Pemerintah perlu memperkuat kapasitas perencanaannya, bukan hanya dalam hal teknokrasi, tetapi juga keberpihakan agar pembangunan tidak hanya pro-pasar, tetapi juga pro-rakyat. -
Transformasi Sektor Tradisional
Investasi pada sektor pertanian, perikanan, dan ekonomi desa harus diarahkan bukan hanya untuk efisiensi, tetapi untuk membangun jembatan ke sektor modern melalui akses teknologi, pasar, dan keuangan. -
Reindustrialisasi yang Inklusif
Hilirisasi industri harus didorong untuk menciptakan lapangan kerja yang bermakna dan bernilai tambah tinggi, bukan hanya untuk menambah angka ekspor. Fokus pada industri padat karya dan teknologi menengah bisa menjadi jalan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. -
Redistribusi Keuntungan Pertumbuhan
Pajak progresif, reformasi agraria, serta kebijakan afirmatif untuk daerah tertinggal dan kelompok rentan penting agar hasil pembangunan lebih merata. -
Penguatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan pelatihan kerja yang sesuai dengan arah transformasi struktural perlu diperluas, terutama di luar pusat-pusat ekonomi seperti Jakarta dan Surabaya.
Akhirnya, seperti yang ditegaskan Lewis, pembangunan bukan sesuatu yang terjadi secara alamiah. Ia harus direncanakan, diarahkan, dan dikawal dengan tujuan sosial yang jelas. Bagi Indonesia, pelajaran dari Lewis adalah bahwa kekayaan sumber daya dan potensi demografi harus dipadukan dengan perencanaan ekonomi yang visioner dan berpihak.
Comments
Post a Comment